Salah Kamar

Sebuah desa, menggaris jatuh dari kaki bukit menuju bibir sungai. Sejuk, tentram, tak terusik lampu ajaib dari kota. Cuma ada lilin yang berpendar dari dalam rumah ketika malam dan pijaran api dipucuk bambu menyala disetiap pekarangan rumah, redup, tapi cukup memberi cahaya, tidak berlebihan. Penduduknya seratus persen non muslim, dan rombongan kami kebalikannya.
Continue reading

Puasa

Yah, kita tiba lagi di pulan puasa edisi tahun ini. Prediksi klasemen, Transfer amal, kesiapan mental, latihan pra-puasa yang baik, semua sudah dilaksanakan.

Selamat beribadah, sampai ketemu di bulan syawal, tentu dengan kemenangan!!

Will or Dream

Entahlah, saya bingung.
Antara ingin, atau mimpi, entahlah.
Toh lubang bahagia dan penyesalan saja letaknya berdekatan kok. Bahkan, kedigdayaan manusia yang ditandai kemasyuran dan kesejahteraan tidak bisa menjadi patokan. Makanya, jangan ngaku miskin kalo nggak dapet BLSM!

#sebuahpostinganehdipagihari

Gerobak Ragi

Diselasar itu, saya membayangkan penjual ragi itu ada. Bukan apa apa, saya tiba tiba saja ingin melihat ragi. Untuk terakhir kalinya bisa jadi. Hari hari belakangan, saya memikirkan kematian, tanpa bisa memikirkan apa yang sudah saya dapatkan dari keduniaan saya. Tobat masbro, tobat,,,
Bukan kearah sana yang hendak saya tuju, makanya saya tolak mentah mentah, sebesar apapun uang rokoknya. Saya punya perasaan nggak enak, yang terlalu menjungkalkan insting rasional saya, dan perlahan jadi insting ragional. Ah ragi, saya kangen kamu…
Tapi toh, beberapa kali saya bertemu ragi, nggak saya apa-apain. Cuma dipandangi, diendus, untuk memastikan itu benar ragi, dan kemudian saya ajak bicara. Tentang film kesukaan kami, musik aneh yang berputar ditelinga kami secara kompak. Seperti musik itu menggema menyusuri rongga atap selasar tempat saya menunggu penjual ragi. Ya, sampai saya yakin penjual itu cuma bayangan, yang bayangannya sudah terlalu jauh masuk ke inti cerita rekayasa saya, membuat alur ceritanya sendiri, dan membentuk karakternya, tidak tiba tiba, karena saya sadar dia datang berurutan, tidak sengaja.
Sudah, penjual itu tidak datang sekarang, dan kalaupun dia datang, bukan diselasar ini. Selasar ini tempat kamu menunggu yang tercinta, yang ada di Bulan, yang berjanji akan turun disini. Ayo dong, rapuh sekali ingatanmu!

Posted from WordPress for Android

Redam

Saya gagal. Segagal gagalnya. Sehancur hancurnya. Serusak rusaknya. Sebuah banyangan utuh dan hampir berwarna sudah lepas tertiup angin badai puso. Kering, berhawa panas, tidak dapat dihindari.
Saya pikir, impian itu tidak dapat dikali lipatkan. Dibagi pun tidak, ditambah saja hampir mustahil. Hendak kemana kau ketika kakimu dipasung kenyataan pahit? Hendak kemana kau ketika tanganmu diikat kebenaran yang sejajar dengan kepahitan? Baku, dingin, kekal, dan mengurat.
Seharusnya, cukup satu jari saja yang mengacung, agar sisa jari tak terpotong ketika sengaja atau tidak tertuduh salah. Seharusnya, tidak sembarangan atap itu berdiri. Bukan dengan fondasi mimpi dan lantai imaji. BUKAN!
Tugas terakhir, nikmati saja semua bau busuk, nikmati, karena harusnya, kita terbiasa, kalau kita sadar siapa dan apa kita. Tidak bertanya tentang apa kepada siapa.

Posted from WordPress for Android

Tualang

Berhenti!
Kamu ndak bakal ngerti  kenapa saya pilih kamu. Bahkan  saya juga ndak ngerti kenapa.
Seperti Gandalf yang memilih Bilbo, Ia hanya merasa Bilbo memberi kekuatan dan keberanian tambahan untuknya. Itu saja. Saya punya perasaan yang mirip. Serupa malah.
Nah, yang saya khawatirkan, saya malah akan menjerumuskan kamu menuju kemunduran, terkungkung dalam lingkup tempurung, tempat tinggal saya ketika saya memilih kamu, bersikeras memiliki kamu. Pengap, kecil, namun tetap sebuah rumah bagi saya. Dan senyaman-nyamannya istana pemberian orang, saya masih mencintai tempurung yang sudah mendarah daging. Namun tidak halnya dengan kamu. Tempurung ini terlalu menyiksa. Ini yang bikin saya ragu, apakah kamu akan tumbuh menjadi lebih tinggi, atau malah sebaliknya, layu dan hancur.
Kekurangajaran Gandalf “menculik” Bilbo dari lubang hobbitnya itu berbuah dua sisi mata uang. Bilbo terhormat dimata kurcaci dan peri, namun buruk dimata rakyat Shire, tempat tinggal Hobbit.
Saya tidak mau itu terjadi pada kamu. Serius!

Posted from WordPress for Android

Memantaskan Diri

Di tulisan sebelumnya berisi tulisan tentang mimpi, cita cita, keinginan. Nah kali ini ane bahas tentang kontradiksinya.
Bahwa dibenarkan untuk bermimpi, apa saja, karena mimpi itu naluri. Bahwa dibenarkan juga bermimpi tanpa batas, yang beresiko menyebabkan penyesalan dan kecewa jika terbukti itu cuma mimpi tanpa implementasi. Kenyataannya, proses mewujudkan mimpi itu relatif, kadang sulit, sering lebih susah. Kemampuan biasanya sangat mendukung, kemudian kesempatan, dan peluang, serta tekad. Nah seringkali yang menggagalkan malah sesuatu yang tak terduga. Sesuatu yang juga sering datang tiba-tiba, dan merusak sebagian besar tiang-tiang vital dari pondasi usaha.
Beberapa tiang pondasi utama untuk mewujudkan mimpi (menurut ane) adalah materi, waktu, dan kemampuan. Tiang ini biasanya terlihat jelas oleh diri sendiri, dikarenakan adanya wujud dan ciri yang jelas, detail, menjurus. Juga ada tambahan pilar penting lainnya, niat, tekad, dan keberuntungan. Tanpa niat itu mirip dengan seorang raja yang kekenyangan sedang melihat meja makan yang penuh makanan lezat. Tentu tidak akan pernah disentuh, selama perut masih kenyang. Tekad, semakin keras, semakin besar kemungkinan terwujud, bahkan tanpa pilar lain. Nah disinilah biasanya keberuntungan akan membantu, yang muncul ibarat tim sukses pemilu yang kejatuhan duit satu milyar untuk beroperasi. Keberuntungan tidak dapat dibeli, ditunggu, karena memang datangnya sangat mendadak.
Namun yang paling penting ketika sebuah mimpi tercapai, adalah kepantasan diri untuk duduk diatas mimpi yang terwujud, yang ketika dilihat dari jauh, bukan seperti heyna yang duduk diatas bangkai ular dan singa setelah menunggu mereka berperang dan mati.
Pantas itu bukan sebuah pertanyaan, sekaligus bukan sebuah jawaban. Pantas itu seperti melihat cermin, dan menemukan pandangan kedamaian.
Pantas?

Posted from WordPress for Android